drg Wanni Menuliskan Kembali Kewajiban Dokter dan Lafal Sumpah/Janji Dokter/Dokter Gigi


Sejarah Sumpah Hipokrates

SEKITAR tahun 400 SM, Hipokrates, seorang tabib Yunani yang umumnya dikenal sebagai bapak kedokteran, menulis sumpah Hipokrates.

Salah satunya ialah bahwa sumpah itu dimulai dengan permohonan kepada sejumlah dewa. Padahal Hipokrates dipandang sebagai orang pertama yang memisahkan kedokteran dari agama dan yang mencari penyebab fisik ketimbang penyebab supernatural untuk penyakit.
Lagi pula, beberapa hal yang dilarang dalam sumpah itu tidak bertentangan dengan caranya kedokteran dipraktekkan pada zaman Hipokrates. (Lihat kotak di halaman 21.) Misalnya, aborsi dan bunuh diri tidak dikecam oleh hukum atau oleh kebanyakan standar agama pada zaman Hipokrates. Selain itu, orang yang mengucapkan sumpah berjanji untuk tidak melakukan pembedahan. Padahal teknik pembedahan menjadi bagian dari koleksi Hipokrates, kumpulan karya tulis medis yang sering kali dianggap sebagai karya Hipokrates dan para penulis lain pada zaman dahulu.


Kejatuhan dan Kebangkitan

Tidak soal siapa sebenarnya penulis sumpah itu, yang tidak dapat dipungkiri adalah pengaruh penting sumpah tersebut terhadap kedokteran Barat dan, khususnya, pada bidang etika. Sumpah itu sendiri telah disebut ”puncak perkembangan konsep etika kedokteran yang ketat”, ”dasar hubungan pasien-dokter dalam dunia maju”, dan ”titik penting moralitas profesional”. Pada tahun 1913, Sir William Osler, seorang dokter terkenal asal Kanada, berkata, ”Tidaklah penting apakah sumpah ini berasal dari zaman Hipokrates atau bukan . . . Selama dua puluh lima abad, itu telah menjadi ’kredo’ profesi [kedokteran], dan di banyak universitas sumpah itu masih merupakan kata-kata formalitas untuk melantik seseorang menjadi dokter.”
Namun, sumpah ini sempat tidak populer pada awal abad ke-20, mungkin karena kemajuan sains yang terjadi pada waktu itu. Dengan semakin meluasnya rasionalisme, sumpah tersebut mungkin tampak ketinggalan zaman dan tidak relevan. Namun, meski ada kemajuan sains, pedoman etika tetap dibutuhkan. Mungkin itulah sebabnya sumpah tersebut telah kembali disukai pada dekade-dekade belakangan ini.
Pengambilan sumpah telah sekali lagi menjadi bagian penting dari penerimaan atau wisuda sekolah kedokteran. Suatu survei yang diadakan pada tahun 1993 di sekolah-sekolah kedokteran di AS dan Kanada memperlihatkan bahwa 98 persen sekolah yang disurvei membacakan sejenis sumpah. Hanya 24 persen yang melakukannya pada tahun 1928. Di Kerajaan Inggris, survei yang serupa memperlihatkan bahwa 50 persen sekolah kedokteran yang ada sekarang ini menggunakan sebuah sumpah atau deklarasi. Di Australia dan Selandia Baru, jumlahnya juga sekitar 50 persen.

Berubah Sejalan dengan Waktu
Namun, sumpah Hipokrates bukannya tidak dapat berubah; dari abad ke abad sumpah ini diubah untuk mencerminkan kepercayaan yang meluas dalam Susunan Kristen. Kadang-kadang, perubahan dibuat untuk menanggulangi masalah-masalah lain, seperti menghadapi korban wabah penyakit. Belum lama ini, sumpah tersebut disesuaikan dengan pola berpikir modern.
Dalam banyak versi sumpah ini, konsep yang tidak lagi mencerminkan praktek kedokteran modern telah dihapus, sedangkan standar lain yang penting bagi masyarakat kontemporer telah disisipkan. Misalnya, prinsip otonomi pasien mungkin sangat penting bagi praktek pengobatan dewasa ini, namun hal itu tidak ada padanannya dalam pengobatan Yunani kuno dan tidak menjadi bagian dari sumpah Hipokrates. Konsep hak-hak pasien menjadi bagian penting dalam banyak deklarasi yang sekarang digunakan.
Selain itu, hubungan dokter-pasien telah berubah sejalan dengan semakin pentingnya konsep-konsep, misalnya konsep persetujuan yang terinformasi. Jadi, dapat dipahami bahwa hanya sedikit sekolah kedokteran yang masih menjalankan sumpah Hipokrates dalam bentuk aslinya.
Perubahan-perubahan lain atas sumpah itu mungkin lebih mengejutkan lagi. Pada tahun 1993, hanya 43 persen pernyataan sumpah di Amerika dan Kanada yang menggabungkan ikrar bahwa dokter bertanggung jawab atas tindakan mereka, dengan kebanyakan versi modernnya tidak menyertakan hukuman apa pun atas pelanggaran ketentuan-ketentuannya. Mengecam eutanasia serta aborsi dan memohon kepada dewa malah lebih jarang lagi, dan bersumpah untuk tidak mengadakan hubungan seks dengan pasien hanya menjadi bagian dari 3 persen pernyataan yang digunakan oleh sekolah-sekolah yang disurvei.

Nilai Suatu Sumpah
Kendati adanya banyak perubahan dalam sumpah Hipokrates, penggunaan sumpah ini sering dipandang penting bagi profesi yang berkomitmen dengan standar moral yang sangat luhur dan etis. Survei pada tahun 1993 yang disinggung di atas mendapati bahwa kebanyakan sumpah yang digunakan berfokus pada komitmen para dokter kepada pasien mereka, menuntut para calon dokter agar berjanji untuk mengurus pasien-pasien mereka sebaik-baiknya. Dengan membuat pernyataan demikian, perhatian dipusatkan pada prinsip-prinsip moral tinggi yang mendasar bagi bidang medis.
Dalam sebuah editorial yang diterbitkan oleh The Medical Journal of Australia, Profesor Edmund Pellegrino menulis, ”Barangkali, bagi banyak orang, sumpah kedokteran sekarang ini seperti secuil konsep kuno yang pecah. Namun, cukup banyak dari konsep itu masih ada dalam hati nurani profesi kedokteran guna mengingatkan kita bahwa jika kita melupakannya sama sekali, praktek kedokteran akan menjadi bisnis komersial, industri, atau proletar.”
Apakah sumpah Hipokrates atau deklarasi modern yang dibangun di atas sumpah itu masih relevan dewasa ini kemungkinan besar akan terus menjadi topik perdebatan akademis. Namun, apa pun hasilnya, komitmen para dokter untuk merawat orang sakit tetap pantas dihargai.

SUMPAH HIPOKRATES
SEBAGAIMANA DITERJEMAHKAN OLEH LUDWIG EDELSTEIN
Saya bersumpah demi Apollo sang Tabib, demi Asklepius dan Hygieia dan Panaceia dan semua dewa-dewi, sebagai saksi saya, bahwa sesuai dengan kemampuan dan penilaian saya, saya akan memenuhi sumpah dan janji berikut ini:
Menganggap guru yang mengajar seni ini sama seperti orang tua saya dan hidup bekerja sama dengannya, dan bila ia perlu uang saya akan memberinya sebagian dari milik saya, dan menganggap anak-anaknya sederajat dengan saudara-saudara lelaki saya dalam garis keturunan keluarga saya dan mengajarkan kepada mereka seni ini—jika mereka ingin mempelajarinya—tanpa menuntut bayaran atau perjanjian; untuk membagikan instruksi lisan dan peraturan dan semua pembelajaran lainnya kepada putra-putra saya dan putra-putra guru yang mengajar saya serta kepada murid-murid yang telah menandatangani perjanjian dan telah mengambil sumpah sesuai hukum kedokteran, tetapi tidak kepada orang lain.
Saya akan menjalankan pola makan demi kebaikan si sakit menurut kemampuan dan penilaian saya; saya akan menjauhkan mereka dari celaka dan ketidakadilan.
Saya tidak akan memberikan obat mematikan kepada siapa pun yang memintanya, juga tidak akan memberikan saran untuk maksud ini. Saya juga tidak akan memberikan obat yang mengakibatkan aborsi kepada seorang wanita. Dalam kemurnian dan kesucian, saya akan mempertahankan kehidupan saya dan seni saya.
Saya tidak akan melakukan pembedahan, meski terhadap penderita batu endapan, tetapi saya akan mundur agar ahli bedah mengerjakan ini.
Di rumah mana pun yang saya kunjungi, saya akan datang demi kebaikan si sakit, menjaga diri bebas dari semua ketidakadilan yang disengaja, dari semua tindakan yang mengganggu dan khususnya hubungan seks dengan wanita ataupun dengan pria, baik mereka merdeka maupun budak.
Apa yang mungkin saya lihat atau dengar dalam perawatan atau bahkan di luar perawatan sehubungan dengan nyawa manusia, yang tidak boleh disebarluaskan, saya akan merahasiakannya.
Bila saya memenuhi sumpah ini dan tidak melanggarnya, bolehlah saya menikmati kehidupan dan seni kedokteran, dihormati dengan ketenaran oleh semua orang dan di setiap waktu; bila saya menyimpang darinya atau bersumpah palsu, biarlah kebalikan dari semua ini menjadi nasib saya.

DEKLARASI GENEVA/JENEWA {1948}

Lafal sumpah dokter sesuai dengan Deklarasi Geneva telah disetujui oleh General Assembly World Medical Association (WMA) dan kemudian di amander di Sydney pada 1968.

Pengabdian untuk perikemanusiaan;

Penghormatan pada Guru;

Menjaga martabat profesi Dokter;

Mengutamakan kesehatan penderita;

Menjaga rahasia penderita;

Perlakuan terhadap teman sejawat;

Peri keadilan;

Hormati setiap kehidupan insani sejak pembuahan;

Walau diancam tidak akan melakukan pelanggaran etik.

 

SUMPAH DOKTER INDONESIA

Lafal sumpah dokter Indonesia pertama kali diucapkan oleh lulusan FK UI pada tahun 1959. Setelah itu dikukuhkan lagi dengan sebuah peraturan pemerintah NO. 26 tahun 1960, lulusan yang pertama kali mengucapkan peraturan tersebut adalah 6 orang mahasiswa kedokteran dari FK USU pada tanggal 25 Februari 1961.

Tetapi ketika Musyawarah Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14-16 desember 1981 oleh Departemen Kesehatan RI. Dari musyawarah tersebut didapat beberapa kesepakatan tentang perubahan dan penyempurnaan sumpah dokter Indonesia, antara lain :

 “ Wallahu, Wabillahi, Wathallahi, Demi Allah saya bersumpah ” untuk

agama Islam;

 “ Demi Allah saya bersumpah ” untuk Katolik;

 “ Saya berjanji ” untuk Kristen Protestan;

 “ Om Atah Parama Wisesa Om Shanti Shanti Shanti Om ” untuk agama

Buddha;

 “ Mai Kasm Khanahan ” untuk agama Hindu;

Pengandian terhadap perikemanusiaan;

Menjaga martabat dan tradisi leluhur kedokteran;

Bekerja secara profesional;

Mengutamakan kepentingan masyarakat;

Menjaga rahasia pasien;

Walau diancam tidak akan melakukan pelanggaran etik kedokteran;

Peri keadilan;

Menghormati setiap kehidupan insani dimulai sejak pembuahan;

Menghormati Guru;

Perlakukan teman sejawat sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan;

Mentaati Kode Etik Kedokteran. 

 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Sedangkan kewajiban hukum seorang dokter menurut Fuady (2005) yang paling utama adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban melakukan diagnosis penyakit.

2. Kewajiban mengobati penyakit.

3. Kewajiban memberikan informasi yang cukup kepada pasien dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, baik diminta atau tidak.

4. Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan pasien (tanpa paksaan atau penekanan) terhadap tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter setelah dokter memberikan informasi yang cukup dan dimengerti oleh pasien.

Secara jelas dan terperinci dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), kewajiban dari seorang dokter meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.

Pasal-pasal dalam KODEKI yang menjelaskan tentang kewajiban dokter adalah sebagai berikut.

Kewajiban Umum Dokter

Pasal 1 : Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Lafal sumpah dokter 

Demi Allah saya bersumpah, bahwa :

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.

2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.

4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.

5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun di ancam.

6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.

8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.

9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.

10. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.

11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia

12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Lafal Sumpah Dokter Gigi (Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1963) :

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan.

2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan Kedokteran Gigi.

3. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter gigi.

4. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran gigi saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.

5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, politik, kepartaian atau kedudukan sosial.

6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan penuh keinsyafan.

Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4 : Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6 : Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7 : Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a : Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b : Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c : Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8 : Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebesar-besarnya.

Pasal 9 : Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16 : Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17 : Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Sumber :

Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 52.

Munir Fuady, 2005, Sumpah Hippocrates: Aspek Hukum Malpraktek Dokter, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Blog: https://prasko17.blogspot.com/ ; https://dokumen.tips/documents/sejarah-hipokrates.html?page=3

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KASUS BESAR DI TANGAN JENDERAL HOEGENG

Apa makna dari Hari Kesaktian Pancasila, by drg Wanni

MANA EMAK ????